Blitar Plan B

Ketika jaman SMA kelas 2 dulu (tahun 1997), saya pernah mengikuti study tour yang diadakan oleh guru mata pelajaran Kepariwisataan.  Study tour kala itu merupakan syarat untuk mendapat nilai. Karena setelah study tour kami wajib membuat laporan perjalanan. Tujuan wisatanya adalah : Candi Penataran, Makam Bung Karno, di Blitar dan Pantai Popoh di Tulungagung.

Minggu kemarin, saya mengulang kembali perjalanan itu (minus pantai Popoh). Namun karena study tour itu sudah 15 tahun yang lalu (langsung ingat umur), dan saya kehilangan catatan perjalanan saat itu, maka bisa dibilang, saya blank soal kota Blitar. Mengingat perjalanan ini menggunakan angkutan umum.

Sebelum berangkat, beberapa hari sebelumnya saya menyempatkan diri mencari informasi tentang Makam Bung Karno dan Candi Penataran. Bukan tentang cerita atau sejarah tentang kedua tempat wisata itu, melainkan bagaimana kesananya. Karena hal itu lebih penting. Dan seperti yang saya duga, tidak banyak informasi tentangnya. Di beberapa blog, minim sekali info angkutan umum, bahkan nyaris tidak ada. Yang didapat hanya jadwal kereta api, dan saran untuk naik ojek atau becak aja.

Dengan modal informasi yang minim, saya dan teman jalan saya, Indra (yang juga buta soal Blitar), berangkat minggu pagi jam 6.30 ke stasiun kota baru di Malang. Sialnya, jam segitu, tiket kereta api jurusan Malang – Blitar sudah habis untuk jam 7.30 dan 10.40. Yang tersisa hanya kereta jam 2 siang. Mana mungkin kami berangkat jam segitu. Karena perjalanan ini hanya satu hari pulang pergi.

Akhirnya beralih ke Plan B, yaitu naik bis dari Arjosari. Saya pikir, Malang – Blitar itu Cuma sejaman, eh, ternyata 2,5 jam. Dan baru tahu kalo ternyata melewati bendungan Karangkates.

Setiba di Terminal Patria Blitar kami langsung ke Stasiun Kota Blitar supaya nanti balik ke Malang bisa naik kereta. Eh, ternyata habis juga.

Menuju candi Penataran lumayan jauh, katanya sih sekitar 10KM dari pusat kota Blitar. Jika anda jalan-jalan pake motor atau kendaraan pribadi tentu tdk masalah. Tapi jika harus menggunakan transportasi umum, pastikan anda memiliki stok kesabaran dan waktu yang cukup. Karena memang angkot di Kota ini sangat langka.

Dari stasiun kami harus berjalan sekitar 15 menit ke pasar Legi. Sebelum pasar Legi itu ada Klenteng. Nah, disana ada angkot warna kuning jurusan Blitar – Penataran. Hanya 5000 perak, anda diantar sampai dekat candi.

komplek Candi Penataran dilihat dari atas Candi Induk

komplek Candi Penataran dilihat dari atas Candi Induk

Saya sebenernya punya pertanyaan tak tersampaikan. Orang-orang yang berkunjung ke Candi ini, apakah belajar sejarah, mengagumi arsitektur leluhur, sekedar piknik atau pacaran. Karena selama saya disana muterin candi, lebih banyakan rombongan yang duduk dibawah rindangnya pohon sambil makan siang, atau anak2 muda yang pacaran, atau sekelompok anak muda yang foto-fotoan aja. Kayaknya hanya kami berdua yang mengelilingi candi sambil mengamati relief2nya ala arkeolog, hahahah

Dari Penataran, kami ke makam Bung karno, Proklamator Republik Indonesia tercinta ini. Jalan dari candi ke makam ini searah, jadi ga bakalan susah. Hanya perlu bersabar menunggu angkot.

Memang, sebuah tempat wisata ga lengkap kalau ga ada penjual souvenirnya. Persis seperti yang saya ingat saat SMA, para pedagang souvenir masih saja berada di sepanjang jalan di depan kompleks makam.

Makam bung Karno sudah mengalami beberapa perubahan, jika dulu makam dikelilingi oleh kaca, sudah sejak beberapa tahun ini makam dibuka lebar, sehingga para peziarah bisa menabur bunga dan berdoa (dan berfoto) disamping makam Presiden pertama RI itu.

Yang bikin males adalah pintu keluar dari makam, karena sudah diatur sedemikian rupa sehingga pintu keluar itu menuju labirin yang sepanjang jalannya adalah pedagang souvenir (lagi). Gang kecil dengan toko di kanan-kiri, yang dijual, yah, kerajinan kayu, baju batik, dan sebangsanya.   Dengan lebar jalan yang sempit, maka kami harus berdesak-desakan dan harus jalan lambat karena yang didepan jalannya lambat. Huft

Satu lagi yang baru, yaitu perpustakaan yang dibangun di area tersebut. Perpustakaannya bagus, terdiri dari 2 lantai dengan bangunan modern. Patung besar Bung Karno menyambut kita yang ingin menggali informasi dan ilmu, atau sekedar foto-fotoan.

Menuju Perpustakaan

Menuju Perpustakaan

Koleksi buku-bukunya juga lumayan, beberapa buku baru. Saya sempat mengintip di rak Ilmu social, ternyata bukunya Karl Marx dipajang disitu. Kisah tentang Stalin, Lenin dan bahkan Hitler pun ada. Pemikirian-pemikiran sosialis juga ada. Padahal kalo dulu kan, buku seperti itu haram.

Makan-makan

Yang namanya jalan-jalan ga lengkap kalo ga ada acara makan-makan. Dan menurut cerita orang-orang yang pernah wisata kuliner di Blitar, yang ada di top of the list itu antara lain Warung Mak Ti, dan Pecel Mbok Bari. Kalo ke warung Mak Ti, jelas tidak mungkin karena daerahnya entah dimana, maksudnya kami yang ga bermodal ini emang sengaja ga kesana. Maka pilihan pun jatuh ke pecel Mbok Bari.

Ternyata, warungnya ada di depan komplek makam bung Karno, bersampingan dengan toko-toko souvenir. Hanya saja, yang ini adalah warung Pecel Mbok Bari 6!!! Warung nomer 2 sempat saya lihat ketika masih di bis sebelum turun di terminal Patria di jalan kenari. Warung pertamannya sih, katanya ada di jalan Slamet Riyadi.

Indra pesen pecelnya dan saya makan kare ayam. Pecelnya emang enak, bumbu kacangnya kasar. Sedangkan karenya biasa aja. Malah bumbu karenya kurang nendang. Tapi yang bikin ok, harganya murah meriah. Nasi pecel + tumis kikil sapi, dan Nasi kare ayam + tumis papaya muda hanya Rp. 12,000.00. (tanpa minum karena kami bawa air putih sendiri dari Malang, baca: ngirit)

Ok, perjalanan pulang kami ini yang jadi klimaksnya. Karena tidak ada angkutan kota yang menuju Terminal Patria. Jadi kami harus berjalan, cukup jauh (panas pula), dari makam ke hotel Herlingga. Karena dari sana bis menuju Malang lewat. Untungnya ada temen, bisa ngobrol sehingga tidak terlalu terasa capeknya.

Pelajaran penting kali ini adalah harus rajin bangun pagi kalau mau dapet tiket kereta api. Terutama di hari libur. Kedua, kata mbak Trinity, worrying gets you nowhere. Betul banget, saya sempat kuatir nanti waktunya cukup ga, kalo ga ada angkot bagaimana. Tapi saya dengan bangga mengatakan bahwa saya menepis itu semua. Dengan modal nekat tapi logis. Tambah satu lagi referensi jalan-jalan.

Pokoknya, kalo jalan-jalan, apalagi naik angkot, jangan kuatir kesasar, selama di jalan masih ada manusia, bisa ditanyain kan? Kalo ragu, cari saja kantor polisi terdekat, atau hotel terdekat, Tanya resepsionisnya. Di Makam Bung Karno, dekat gerbang masuk ada ruangan untuk petugas, orangnya ramah kok dan memberi petunjuk jalan dengan jelas.

Hidup ini cuma sekali, jangan diam saja dirumah. Ayo berpetualang. Lupakan sejenak mall atau café. Melihat tempat-tempat baru, ketemu orang-orang baru, mengamati budaya di tempat lain. Mungkin cerita saya bisa jadi berbeda dengan anda, justru itulah yang menjadikannya personal. Membuat kita semakin kaya akan cerita.

About Rochman LJ
Geminian, Suka Makan, Nonton, Jalan - jalan

2 Responses to Blitar Plan B

  1. gusndul says:

    Hidup ini cuma sekali, jangan diam saja dirumah. Ayo berpetualang. Lupakan sejenak mall atau café. Melihat tempat-tempat baru, ketemu orang-orang baru, mengamati budaya di tempat lain. Mungkin cerita saya bisa jadi berbeda dengan anda, justru itulah yang menjadikannya personal. Membuat kita semakin kaya akan cerita.
    _________________________________
    Been there bro… Sejak SMA sudah mulai menjelajah, sekarang settle dulu sebentar, fokus kerjaan n keluarga. Then? who knows where will our family be. Hehe

  2. rochman says:

    🙂
    terima kasih
    iya betul, Hidup emang penuh dengan kejutan

    Salam untuk keluarganya ya mas

Leave a comment