Numpak Sepur nang Ambarawa

Selama 2 hari jalan-jalan di Semarang, hampir semuanya berhubungan dengan kereta api. Bisa dibilang, tema perjalanan ini memang tentang kereta api.

Perjalanannya sih udah seminggu yang lalu, tapi karena untuk mulai menulis itu terpengaruh mood, jadi molor. Yang suka menulis pasti pernah merasakan deh.

Berangkat bertiga dari Surabaya naik kereta api ekonomi Maharani jurusan Surabaya Pasar Turi ke Semarang Poncol, kami menempuh perjalanan dari jam 6 pagi hingga jam 11 siang. Walaupun ekonomi, kereta api sekarang sudah enak karena berAC, ga ada pedagang keliling, dan semua dapet tempat duduk. Yah, sebagai gantinya, mesti siap2 bahan makanan biar mulut ga asem.

Ini adalah kali pertama saya mengunjungi Semarang. Dan tujuan utamanya adalah Museum Kereta Api di Ambarawa. Namun karena kami sampai di Semarang sudah siang, maka tidak mungkin kami langsung ke Ambarawa. Bisa sih, tapi agenda naik kereta api wisata nya tidak akan kekejar. Lha wong tujuan ke Ambarawa untuk naik kereta api itu.

Maka pit stop pertama (setelah dapet kasur buat tidur), adalah Lawang Sewu, yang tidak jauh dari hostel kami di jalan Imam Bonjol. Cukup berjalan kaki saja.

Lawang Sewu saat sore hari

Lawang Sewu saat sore hari

Lawang Sewu yang ikonik ini memang memiliki banyak pintu, walau ga sampai 1000 buah. Bangunan yang desainnya cantik ini dulunya adalah kantor perusahaan kereta api Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun  1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein. Disini, banyak spot bagus buat selfie atau foto rame-rame. Dan tentu saja, di dalam bangunan bersejarah ini, pengunjung bisa membaca cerita tentang perjalanan sejarah kereta api di Indonesia. Jujur, saya tidak banyak membaca informasinya. Hanya sepenggal-penggal. Itupun langsung lupa begitu keluar dari sana. Hahahah.. akhirnya googling lagi deh.

Konon katanya Lawang Sewu ini memiliki cerita mistis, well.. sepertinya udah memudar deh mitos itu. Setidaknya, saat saya disana malam hari, malah bagus tuh buat foto-fotoan. Karena di dalam gedung, cahaya lampu malah bikin cantik. Tapi ga tahu juga sih, mungkin pengalaman orang lain beda lagi. Mungkin kalo ikutan tur yang bawah tanah itu, akan terasa suasana sejarahnya. Sayang, tur bawah tanah sedang ditutup karena renovasi.

Lawang Sewu after Maghrib

Lawang Sewu after Maghrib

Saat yang pas menurut saya berkunjung ke Lawang Sewu, adalah sore menjelang maghrib hingga after maghrib. Mulai sekitar jam 4.30 sorean hingga jam 7 malam. Jadi bisa membedakan suasana saat cahaya matahari masih menyeruak diantara tembok-tembok dengan suasana ketika langit telah diambil alih oleh kegelapan. Bagi yang muslim, tenang, ada ruangan di belakang yang disediakan untuk menunaikan sholat maghrib. Jalan-jalan itu perlu, tapi ibadah itu ga boleh ditinggal… (pesan dari teman)

Dari Lawang Sewu, kami mencari makan malam di Simpang Lima yang rame banget. Oh, saat itu malam minggu, pantes. Dapetnya nasi kucing lesehan yang ruame banget. Harganya cuma 2.000 Rupiah, tapi isinya yah, sesuai harganya lah. Kalo mau nambah lauk, ya bayar lagi. Ala angkringan di Jogja itu loh. Sudah lama sekali saya tidak melakukan hal yang biasa saya lakukan saat jalan. People Watch. Duduk manis di lesehan sambil minum teh, sambil mengamati orang-orang disekitar, orang-orang yang berlalu lalang. Tuh, ada sesama rekan traveler yang juga lagi nyari makan, ada penjual mainan, ada yang pacaran, ada 2 cowok yang janjian ketemuan… ehem (tertangkap radar), ada yang membawa keluarganya, ada yang salah kostum, dll.

Bagian terbaik yang paling saya suka dari act like local, adalah di alun-alun Simpang Lima nya, beli mainan yang ditembakkan ke atas seperti ketapel, tapi yang ditembakkan itu seperti mainan terjun payung yang saat jatuh dia berputar2. Karena dipasangin lampu diode kecil yang bisa berganti warna, maka saat berputar, lampunya menimbulkan efek cantik. Nah, kami mainan itu, persis seperti anak-anak kecil disana.

Kami berangkat ke Ambarawa dari depan Stasiun Poncol naik bis mini jurusan Bawen. Sebenernya nunggu di depan hostel bisa, tapi sambil nyari ATM akhirnya jalan deh. Harusnya, ada bis langsung ke Palagan, Ambarawa. Nama bisnya Putra Palagan. Namun karena kami mendapat informasinya kurang banyak (Cuma tanya ke petugas di hostel dan tukang parkir) jadinya kami naik bis ke Bawen. Dari Bawen oper bis lagi, lupa namanya, turun di depan museum Palagan, Ambarawa.

Jalan sebentar ga sampai 10 menit, kami sudah sampai di museum kereta Api Ambarawa. Dan langsung menuju loket kereta api wisata. Setelah mengantri agak lama karena jadwal jam 10.00 sudah habis, kami dapat tiket untuk jadwal jam 12.00.

Sambil menunggu jadwal selanjutnya, kami puas-puasin foto-fotoan di koleksi kereta api uap yang sudah tidak beroperasi. Karena sudah tua tentunya. Koleksinya cukup bagus dan terawat, beberapa jenis loko ada disana. Bahkan loko yang ada di pintu masuk, sengaja “dinyalakan” biar menambah efek dramatis. Loko-loko tersebut masih menggunkana bahan bakar kayu. Jadi petugas yang menyalakan “kereta uap” nya kudu kerja beneran memasukkan kayu ke tungku apinya.

Kereta api wisata Ambarawa hanya terdiri dari 3 “gerbong” yang tempat duduknya terbuat dari kayu. Dengan jendela terbuka full Angin Cepoi-cepoi. Walau namanya kereta wisata, tapi menggunakan karcis resmi PT. KAI, hanya saja, tidak perlu nama asli dan menunjukkan ktp saat naik. Tapi, saat kereta berjalan, pemeriksaan tiket oleh pak kondektur benar-benar dilaksanakan.

Kereta Api wisata ini berangkat dari stasiun Ambarawa (Museum Kereta Api ini sebenernya adalah stasiun Ambarawa yang dulunya dikenal sebagai Willem I) menuju stasiun Tunteng. Kereta berjalan dengan pelan mengingat selain usianya yang sudah sepuh. kereta api ini menggunakan bahan bakar diesel. Sepanjang perjalanan, penumpang disuguhi pemandangan sawah yang hijau dan danau yang juga hijau karena dijajah oleh enceng gondok. Dengan latar gunung Merapi. Pemandangannya, suasananya, bagus sih.. asri, sejuk, adem, bikin ngantuk.. hahha..

Choo chooo

Choo chooo

Dengan tiket seharga Rp. 50.000, kita bisa menikmati perjalanan dengan kereta api antik tersebut selama kurang lebih satu jam. Lumayan menarik lah untuk membawa keluarga berwisata. Oh ya, sebaiknya datang lebih pagi karena untuk menghindari habisnya tiket kereta. Karena perjalanan kereta hanya dilakukan pada hari Minggu dan hari Libur Nasional. Dengan jadwal jam 10.00, 12.00 dan 14.00 saja.

Kereta Api Wisata

Kereta Api Wisata

20150802_104831

Satu hal yang menjadi ciri khas beberapa stasiun yang pernah saya singgahi adalah theme song dari stasiun itu. Seperti halnya di stasiun gubeng atau pasar turi yang kerap memutar lagu Surabaya oh Surabaya, atau di stasiun Yogyakarta memutar lagu Yogyakarta, di Stasiun Tawang Semarang juga tak mau kalah. Theme songnya adalah Gambang Semarang. Ditambah penampilan musisi-musisi yang menghibur para calon penumpang yang sedang menunggu jadwal keberangkatan kereta mereka. Enak juga loh, sambil menunggu, mendengarkan alunan music keroncong. Bisa request lagi.

Dari Semarang Tawang, kereta Kertajaya kami berangkat jam 9 malam. Walau berangkat malam, semua seat kereta 8 gerbong ini full. Dan Alhamdulillah, di bangku seberang saya, ada cowok yang menurut saya menarik. Tipeku banget deh, Hahaha.. lumayan buat pemandangan. Hahaha.. Sepertinya, dia dan rombongan teman-temannya juga sedang melakukan perjalanan. Sayang, dia bersama rombongan, coba kalo sendiri,,, eh, ga berani ah… hahaha