Five Monkeys, My New Favorite Burger

Picture was taken from Google (kura2guide.com)

Picture was taken from Google (kura2guide.com)

Sebenarnya sudah sejak tahun lalu teman saya mengajak ke tempat ini. Namun tahun lalu (akhir 2013) ketika jalan-jalan ke Legian, Bali, resto ini sudah tutup karena waktu sudah menunjukkan jam 12.00 (kami pikir karena lokasinya di Legian, maka ngikut klub-klub tetangganya.. hehe). Nah, pas pergantian tahun 2014 ke 2015 kemarin saya berkesempatan untuk jalan-jalan di Bali (lagi). Kali ini saya sudah mempersiapkan diri untuk datang ke resto ini lebih awal. yaitu jam 7 malam.

Five Monkeys namanya. Mendengarnya saja sudah ear catching. Pas juga dengan nama akun social media saya yang menggunakan kata Monkey. Lokasinya di Jl. Legian, Bali. Tidak jauh dari Sun Island atau Love F hotel. Restonya kecil, memanjang ke belakang. Namun tempat ini asik buat nongkrong. Di teras disediakan meja dan kursi buat yang suka menikmati udara Kuta sambil melihat orang berlalu-lalang. Atau yang ingin adem, bisa ke bagian dalam yang berAC. Suasana restonya lucu. Meja dan kursi dari kayu dengan desain antik, namun pas dengan warna temboknya. Di dindingnya sendiri dipajang beberapa poster lawas sebagai pemanis ruangan. Dan meja bar memanjang buat nongkrongin staff nya. Yep, Burger atau Hot Dog anda dimasak di depan anda. Menarik.

20141231_203354(1)

Five Monkeys, Fresh Burgers and Cold Beers. Pilihan menunya tidak banyak, ada beberapa pilihan Burger dan Hot Dog. Ada juga menu combo Burger atau Hot Dog dengan Bali hai Beer. Sayangnya, ketika saya kesana, Hot Dognya sudah sold out! Baru jam 7 malam itu… Padahal saya udah siap menyantap itu. Akhirnya saya pilih Cheese Burger, Chicken Burger dan Curly Fries.

Saya, yang biasanya menomorsekiankan burger dalam pilihan makanan ketika lapar, langsung jatuh cinta saat menggigit cheeseburgernya. Enak banget. Semuanya fresh. Rotinya enak, sayurnya segar dan crunchy, sausnya pas, dan yang terpenting, dagingnya… ukurannya balance dengan roti, juicy dan enak. Sampai-sampai saking semangatnya saya makan, sampe lupa memfoto terlebih dahulu. Hehehe… Chicken burger juga enak.

Cheese Burger

Cheese Burger

Beberapa pilihan bir juga ada disana. Kebayang deh, kalo misalnya kerja di Bali. Pulang kerja pingin nongkrong sambil njajan. Trus mampir ke Five Monkeys, duduk di meja bar, pesen cheeseburger dan sebotol corona dingin atau soft drink sambil ngobrol dengan Spongebob, eh.. chef nya 😀

Next visit to Bali… semoga bisa dapet Hot Dog nya.

Russian Taste

SLAVYANKA RESTAURANT dulunya terletak di jalan By Pass Ngurah Rai Sanur, namun kemudian di pindahkan ke lokasi BALI COLLECTION di kawasan Bali Development Tourism center (BDTC) yang merupakan kawasan elit hotel-hotel berbintang lima. Lokasi yang strategis karena di Nusa Dua lah para turis asal Rusia lebih terkonsentrasi.

Slavyanka di Rusia berarti nama seorang gadis. Ya, saya memang pernah bekerja disitu selama 6 bulan. Dan tulisan ini akan sangat subjektif. Apakah saya akan mempromosikannya? Tergantung bagaimana anda menilainya. Sayangnya, saya tidak memiliki foto-foto makanannya. Sedang request ke temen yang ada di Bali untuk mengirim foto-fotonya.

Restoran Rusia ini didominasi warna merah. Entah apakah I.B Vedanta, pemilik restoran ini yang ganteng banget, terinspirasi oleh Red Square di Moskow sana. Di dindingnya dihiasi foto-foto para Tsar, dari sebanyak itu foto para Royal family nya kerajaan Rusia, yang saya tahu hanya satu, Katherine the Great. Yang mana tsar Nicholas saya ga tahu… hehehe

Konsep restoran ini adalah fine dining. Menunya full course, tapi tentu saja tidak harus memesan semuanya. Koleksi White dan Red wine juga terpajang di wine cellar nya. Liquor dan teman-temannya di display di barnya.

Yang namanya fine dining, tentu di mulai dari Salad dan/atau appetizer. Salad dan/atau appetizer di Slavyanka terdiri dari cold dan hot appetizer.

Untuk salad, silakan pilih: Salad Tver, Cincangan daging babi dan cincangan sayuran seperti mentimun dan wortel dicampur dengan homemade dressing. Salad Olivier kurang lebih sama, hanya saja dia lebih halal karena memakai daging ayam dan telur puyuh. Vinaigrette with Chanterelle, mirip Tver  tapi dressingnya yang berwarna merah, kemungkinan dari beet root. Bird Nest, hanya kentang dan keju yang dipotong ala stick, disajikan dalam pancake tipis yang dipanggang sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah sarang burung. Dan memang diberi sebutir telur puyuh untuk melengkapi nama menu ini.

Cold appetizer yang highly recommended adalah Caviar table. Memang mahal, sepiring harganya Rp. 140.000,- an (ga tahu apakah harganya sekarang masih segitu) telur yang dipakai adalah telur ikan Salmon dan Sturgeon. Bukan ikan Beluga karena harganya pasti akan jauh lebih mahal. Disajikan diatas pancake tipis. Soal porsi jangan ditanya, namanya juga appetizer.

Lalu ada Fish table. Dalam satu piring itu ada ikan Sturgeon, Halibut, Salmon, dan Unagi (belut barbeque yang di sushi itu loh) penampilannya pun mirip sashimi. Dan tentu saja semua ikan itu mentah kecuali si belut.

Shaved Venison juga akan menjadi pengalaman yang seru. Daging rusa yang segar diiris tipis-tipis disajikan begitu saja diatas piring. Pendampingnya adalah garam yang dicampur dengan lada hitam. Itu saja, seingat saya harganya Rp. 100.000,-. Dan ingat, menu ini sama seperti sashimi, daging rusa mentah yang masih merah. Memakannya dengan cara mencocolkan daging tersebut pada garam. Bagi yang non muslim akan lebih mantaff jika ditemani Vodka dingin (Bukan on the rock).

Jika anda ogah makan appetizer dingin berupa daging, bisa coba Salted Vegetables. Karena di Rusia sana sayuran menderita sekali jika tumbuh. Dan bahkan ga banyak jenisnya. Maka sayuran-sayuran yang tersedia pun harus diawetkan supaya bisa bertahan. Salah satu cara mengawetkan yaitu dengan cara diasinkan. Di Slavyanka, sayuran-sayuran itu adalah, kubis yang dicincang halus seperti di soto itu, Tomat utuh, Bawang putih, Jamur kancing, dan acar mentimun. Ingat, salted disini berarti garam, jadi rasanya ya asiiiiiiiiiin……

Veal tongue adalah satu dari beberapa Hot Appetizer. Lidah sapi di pan fried bersama terong. Lalu disiram dengan cream. Bagi sebuah Appetizer, porsinya agak terlalu banyak.

Boyarsky adalah campuran daging babi dan sayuran (Wortel, Kubis, kentang), disajikan panas-panas saat hujan enak nih.

Chicken Liver in Hussar’s Style. Hati ayam – kirain orang luar sana ga doyan jerohan – di panfried dan diberi cream, kurang lebih sama seperti Veal tongue, tapi tanpa sayur. Saat presentasi di dalam clay pot, ditaburi daun dill yang dicincang.

Chanterelle Mushroom with Sour Cream adalah kesukaan saya. Wujudnya persis Veal Tongue dan Chicken Liver. Bahan lainnya adalah jamur Chanterelle. Sama juga ditaburi daun dill. Bahan utamanya adalah daging sapi. Untuk sebuah Hot Appetizer, lagi-lagi porsinya terlalu banyak. Entah apakah segitu standarnya orang Rusia. Saya pernah terjebak oleh menu ini. Menu aslinya menggunakan daging sapi, namun karena waktu itu stok tidak mencukupi, maka oleh sang chef dicampur dengan daging babi. Kok ya pas banget si tamu ga memakan menu itu karena kekenyangan. Maka dengan sukses saya amankan lah menu itu. Saya baru tahu setelah diberi tahu oleh si chef yang kebetulan juga lewat dan melihat saya sedang mencicipi Chanterelle bersama waitress yang lain.

Pancake French Blame nya enak sekai. Pancakenya tipis, diisi daging Salmon yang dimatangkan (sepertinya smoked salmon), lettuce, jamur dan saus krim. Sepintas penampilannya mengingatkan pada Twisternya KFC, haha

Begitu hidangan pembuka kita selesai. Menu selanjutnya yang hadir adalah para Soup. Dan hanya ada 5 pilihan Soup.

Yang paling terkenal adalah Borsh. Sup yang kuahnya berwarna merah. Isi sup yang porsinya mirip ketika kita makan soto ayam/daging ini adalah daging babi, wortel, kentang, kubis, dan beet root. Kaldunya diambil dari rebusan daging babi. Di Eropa timur sana, seorang tamu pernah mengatakan kepada saya bahwa sebenarnya ada 2 versi Borsh. Yang asli Rusia dan versi Ukraina.

Borsh (Sumber: Google)

Russian Solyanka juga asli Rusia. Sup yang ini warna kuahnya lebih kecokelatan. Bahan utamanya adalah daging babi, ayam, dan lidah sapi. Penyajiannya ditambah  1 buah zaitun dan mentimun yang diasinkan. Serta ditaburi daun dill.

Kolya Boyarskaya adalah satu-satunya sup yang tanpa babi. Sup dengan kuah jernih ini kaldunya dari daging ayam. Bahan utamanya pun daging ayam. Eh, ada satu lagi, yaitu mie lebar yang mirip bakmi, buatan si chef sendiri. Paling segar karena bumbunya paling simple.

Jika keempat sup diatas adalah sup yang disajikan panas-panas saat musim dingin. Maka ada satu sup yang disajikan dalam keadaan dingin (karena didinginkan dalam lemari pendingin dulu sebelum disajikan diatas meja)  pada musim panas. Yaitu Okroshka. Sup unik ini terdiri dari potongan kecil-kecil mentimun, lobak, kentang, telur rebus, dan babi. Yang membuatnya berbeda dengan sup pada umumnya – selain karena dingin – adalah kuahnya yang terbuat dari Kvas. Minuman hasil fermentasi rye bread rendah alkohol, sekitar 1,2% aja

Sup biasanya disajikan bersama Roti. Dan di restoran Rusia ini, Rotinya bukan roti tawar atau roti unyil, namun roti hitam. Entah bagaimana membuatnya sampai berwarna coklat tua walau tak ada rasa coklatnya sama sekali (tapi namanya roti hitam). Oh ya, sup-sup itu selalu disajikan bersama sour cream agar lebih nikmat.

Ada menu yang terselip diantara Soup dan Main Course. Yaitu Pelmeni dan Vereniki. Kurang lebih bentuknya sama. Penyajiannya aja yang berbeda. Pelmeni agak basah berkuah dikit, sedang vereniki cenderung kering. Pelmeni adalah makanan khas Rusia. Sedang vereniki sebenarnya lebih ke Ukraina. Jika anda pernah makan Gyozanya orang Jepang, ya seperti itu bentuknya. (Atau agak mirip telinga kayaknya) Ukurannya pun kurang lebih sama. Dalam istilah umum. disebut dumpling. Terbuat dari adonan tepung yang diisi dengan daging. Lalu direbus atau digoreng.

Yang membedakan adalah isi dari adonannya. Pelmeni Boyarsky diisi daging rusa cincang, Siberian Pelmeni diisi daging babi. Dan Pelmeni Stradoumskie diisi daging ikan Salmon. Vereniki ada dua pilihan isi, Kentang atau Keju. Sama seperti supnya, Pelmeni dan Vereniki disajikan bersama sour cream.

Ok, sekarang kita melihat main coursenya. Tiga teratas yang jadi favorit adalah semuanya Shaslik. Hidangan khas Negara pecahan uni soviet. Daging yang dipotong tebal-tebal di tusuk oleh semacam stick dari stainless. Satu stick biasanya terdiri dari 3 atau 4 daging. Tergantung potongannya. Kalau tidak salah, ukuran totalnya sekitar 100 gram. Mirip sate tapi besar.  Daging tersebut dibumbui garam, merica, bubuk cabe, kecap asin, dan white wine. Setelah proses marinade, barulah di grill. Garnishnya minimalis sekali, hanya terong, tomat 2 buah jamur kancing, dan irisan paprika yang juga di grill. Untuk side dish nya, anda harus memesan secara terpisah.

Jenis Shasliknya adalah Armenian Shaslik (Daging Babi), Eastern Shaslik (Juga Babi, tapi rasanya lebih pedas), dan Monarski Shaslik (Daging Domba)

Shashlik (Sumber: Google)

Veal steak adalah steak daging sapi. Venison in Cranberry Sauce is my favorite. Daging rusa nya yang di grill ini begitu lembut dan empuk. Terasa juicy. Apalagi saus pendampingnya adalah saus cranberry yang segar. Tidak seperti main course lain yang saus pendampingnya adalah saus Barbeque.

Ada juga General’s Roll. Daging ayam cincang yang dibuat seperti adonan, lalu digulung dalam alumunium foil, diisi jamur.

Side dish terdiri dari pilihan-pilihan berikut : Pan Fried Potato (French fries, dimasak lagi dengan bawang Bombay), Russian style potato (mirip pan fried tapi di tambahin daging babi), Mashed Potato, dan Village style potato (Kentang yang di potong wedgy, masih ada kulitnya, dipanggang dalam oven, lalu ditaburi garam dan daun dill)

Jika masih kuat, cobalah Desertnya. Ada Bliny with strawberry. Pancake tipis diisi strawberry cincang kasar yang dicampur dengan Baileys, lalu diikat sehingga menyerupai kantong. Pancake with Poppy seed (Biji Opium), rasanya aneh, ga enak, seperti memasukkan pasir ke dalam mulut.

Baked Apple with mint and Honey. Dari namanya saja sudah jelas. Mirip baked potato, tapi dia apel. Si apel dilumuri gula lalu dibungkus aluminium foil. Dipanggang sekitar hampir SEJAM di dalam oven. Apa ga sangat lunak banget daging buahnya. Disajikan dengan daun mint dan madu.

Favorit saya, Cherry Sirniki. Roti hitam di potong segitiga kecil dan dipanggang. Lalu diatasnya diberi keju lemut yang dibuat dari susu kambing, (Cottage cheese) dan sebuah cherry merah memaniskan bentuknya.

Masih ingin yang berbau Rusia, tentu saja minuman pelengkapnya adalah Vodka dingin atau Cocktail. Tapi jika anda tidak minum alcohol, mocktail dan aneka jus buah juga tersedia. Yang special tentu saja Kvas dan Mors (– buah Cranberry yang direbus, bukan di jus) Dulu Mors ada, tapi sekarang kayaknya udah ga dibuat, capek kali.

Mint Bread Kvas

Oh ya, saat anda baru datang. Welcome drink nya juga seru, namanya Samagon versi Slavyanka karena versi aslinya jauh lebih keras. Yaitu minuman satu shot yang dibuat dari campuran Vodka, arak, jeruk nipis dan madu.

Kalau dilihat dari beberapa menu memang bisa dibilang, mayoritas haram. Tapi yah, apa boleh buat, kadang iman tidak cukup kuat untuk menahan lidah yang  terlalu kuat keinginannya bergoyang. Hehehe………

Summary Of Bali

Siapa yang tidak mengenal Bali? Pulau paling terkenal di Indonesia akan kekayaan budayanya, atau  pantainya yang indah. Pulau para dewata.

ROPPONGI

Tak pernah saya bayangkan sebelumnya akan bekerja di Bali. Setelah sekian lama menganggur, (Saya hanya berkonsentrasi mencari pekerjaan di Malang dan Surabaya saja, tapi tak juga lolos-lolos) akhirnya seorang kenalan menawari saya bekerja di sebuah rumah makan yang akan segera dibuka di Bali. Rumah makan itu milik saudara kenalan saya itu. Singkat cerita, saya diterima dengan mudahnya di rumah makan itu. Selama 1 minggu sebelum ke Bali saya akan di training dulu di Food Court Matos Malang, yang mana rumah makan itu juga ada disitu. Nama rumah makan Jepang itu adalah ROPPONGI. Pemilik “franchise” aslinya ada di bandung. (Saya yakin dia gay juga).

Setelah satu minggu itu berangkatlah saya ke Bali bersama Romi, senior disitu. Beberapa orang yang lain lebih dahulu berangkat.  Saya ingat betul saat itu duduk di bangku paling depan bis Gunung Harta.

Roppongi terletak di jalan Teuku Umar 101, Denpasar. Tim yang bekerja disitu adalah Dany, Ello (kitchen), Saya, Lukas, dan Rini (Waiter/ss merangkap kasir, purchasing, juicer, dishwasher, dan semuanya lah). Gaji kami sebulan hanya Rp. 600.000,-. Lukas, Dany, dan Rini di beri fasilitas kos, sedang saya dan Ello bertugas jaga warung alias saya tidur di dalam. Ada satu ruang kecil untuk tidur dibagian belakang.

Karena saya dan Ello tinggal disitu juga, maka tugas kami pun extra. Yaitu bersih-bersih warung saat sebelum buka. Lebih banyak saya karena Ello pemalas.

Roppongi beroperasi mulai jam 11 siang hingga jam 11 malam. Ya, 12 jam kami bekerja….mulai buka sampai tutup. Yang mana bulan pertama disitu kami kebanjiran pelanggan. Tapi yang paling tak terlupakan adalah hari pembukaan. Tamu undangan terus berdatangan. Iya kalo pesanannya itu satu dua menu, ini yang datang satu keluarga, dengan pola makan luar biasa. Entah karena doyan makan, kebiasaan makan mirip babi, atau karena di hari pembukaan semuanya gratis, maka mereka pun pesan sebanyak-banyaknya. Mulai jam 3 sorean sampai jam 11 malam. Tak putus-putusnya tamu berdatangan. Lukas berkutat di belakang dengan pesanan minuman yang aneka ragam jenisnya. Dapur tentu pontang-panting memasak. Saya dan Rini lari kesana sini melayani tamu. Belum lagi complain karena lamanya makanan ga keluar-keluar (Padahal mereka tahu gratis) ditambah saya yang belum terlalu hapal menu yang banyak banget, maka salah memberi menu ke  meja yang tidak seharusnya. Hanya berdua, kami menghandle 10 meja yang pesanan makanannya seperti mau persiapan hibernasi. Capek banget, kaki rasanya udah mau copot. Sebagai waiter, saya udah ga peduli lagi kalo senyuman saya udah menguap habis.

Roppongi benar-benar mengalami kejayaan di bulan-bulan pertama, namun semakin lama, jumlah pengunjungnya semakin sedikit.

Bekerja di restoran yang jam kerjanya satu hari penuh itu membuat saya nyaris tidak punya kehidupan social. Bagaimana tidak, saya tinggal di dalam rumah makan itu. Bangun tidur sampai tidur lagi yang dilihat ya itu-itu saja. Kalaupun libur, tidak tahu harus kemana. Paling banter ke warnet online friendster dan facebook (yaaa, saya sudah punya facebook sejak di Bali,2007) dan terlebih lagi, dengan gaji segitu tidak banyak lah ruang gerak saya.

Walau hanya beberapa orang saja yang bekerja disitu, tapi tentu saja, beda kepala, beda sifat. Rini selalu cemburu pada saya dan Lukas, dikiranya kami ada apa-apa, padahal tidak sama sekali. Kami hanya berteman. Memang Lukas juga gay, tapi tidak lebih dari sekedar teman sharing. Ello orangnya tidak peduli dengan sekitarnya selama apa yang dia inginkan tercapai. Pada dasarnya ia baik. Dany dari Bandung adalah “pemimpin” kami, dia bukan tipe yang disegani, tapi lebih ditakuti karena temperamennya dan masa kerjanya yang lebih panjang bersama si bos. Agak besar kepala dengan kemampuan memasaknya. Pada awalnya memang dia yang memasak untuk jatah makan kami dibantu Rini. Tapi ntah kapan bermulanya, posisi itu saya ambil alih. Ya, kemudian saya yang memasak untuk makan siang dan makan malam. Dulu dia meragukan kemampuan saya memasak, tapi saya buktikan bahwa saya bisa memasak lebih banyak jenisnya daripada dia, apalagi saya juga mulai menguasai masakan JEpang.

Bekerja dengan sesama perantauan ternyata tidak mudah. Konflik datang dan pergi. Seperti hubungan saya dan Dany, kepala dapur yang bagai api dalam sekam. Beberapa kali saya terlibat konflik dengannya. Sebagian besar alasannya sebenarnya sepele. Tapi dia aja yang mudah tersinggung dan temperamen. Misalnya saja, saya pernah menegur Ello gara-gara Dany membagi-bagikan jeruk kepada teman-temannya yang berkunjung ke Roppongi, padahal jeruk itu harusnya dipakai untuk jualan. Atau saya mengecilkan suara dvd player karena sudah jam 11 malam, dan saya mau tidur, tapi dia masih ingin mendengarkan lagu-lagunya. Begitu saja, dia sudah marah-marah dengan muka merah sambil membanting-banting gelas dan piring.

Saya bisa melawan, tapi buat apa? Selalu saya yang mengalah. Bukan saya pengecut, tapi malas saja berhadapan dengan  orang bodoh seperti dia. Doyan mabuk dan makan babi, tapi begitu ramadhan datang, tiba-tiba saja menjadi sangat “relijius”, hoeeeek…

Kurang lebih hampir satu tahun saya tinggal di dalam rumah makan itu, sampai akhirnya saya memutuskan untuk nge kos. Kos pertama saya di jalan Nusa Kambangan sebenernya sangat saya sukai, selain karena sebagian biayanya ditanggung si bos, tempatnya juga strategis dan semua orang tahu daerah situ. Akses cari makan gampang, mau belanja ada supermarket di sekitar situ. Kamarnya luas dan bersih, kamar mandi dalam. Memang hanya kamar saja, tapi lumayan. Saya hanya membayar Rp. 150.000 perbulan, dari harga sewa Rp. 350.000,-/bulan.

Sayangnya, tidak lama berselang, Lukas memutuskan keluar dari Roppongi karena dia diterima bekerja di Giordano Discovery Shopping Mall, dimana dia juga akan tinggal bersama pacarnya, Odi.

Selama hampir setahun itu saya sempat bertemu dengan beberapa orang, ada yang just for fun, ada yang tidak ngapa-ngapain, dan ada yang jadi teman walau bisa dihitung dengan jari. Selama 2 tahun di Bali saya tidak pernah pacaran sekalipun.

Ada satu hal yang tidak bisa saya lupakan, waktu itu saya masih tinggal di rumah makan. Malam hari sekitar jam 11 malam ada yang ngajak saya ketemuan di Dunkin Donat simpang 6. Namanya Kevin. Kami bertemu lalu dia mengajak saya jalan ke daerah legian dan seminyak. Di daerah legian mobil terasa ngadat-ngadat. Lalu kami berhenti dipinggir jalan dan dia mengajak saya dugem. Saya tidak menyangka sama sekali bahwa kami masuk ke Q bar, klub nya para gay. Saya yang tidak pernah dugem sebelumnya, apalagi ke klub gay, merasa canggung dan tidak nyaman. Terutama saat go go dance berlaga di tiang-tiang itu, sangat tidak nyaman. Kevin bilang pada saya untuk menikmati saja. Tapi bagaimana bisa, sejauh mata memandang, semua gay. Di sebelah kiri, kanan, depan, belakang, semua laki-laki penyuka sesame jenis. Tidak hanya itu, para waria berkeliaran dimana-mana, di dalam klub, di pinggir jalan menjajakan diri. Saya memang gay, tapi pertama kali berada di tempat seperti itu aneh rasanya. Bali memang surga bagi para hedonis.

Belum lagi para bule-bule tua yang mengincar brondong-brondong muda. Atau sebaliknya, para kucing yang mengincar bule-bule untuk membawa mereka.

Selang beberapa saat, dia menerima telpon. Karena di dalam ruangan itu berisik oleh suara music, dia keluar sambil berpamitan pada saya. Dia akan menerima telpon itu diluar.

15 menit saya menunggunya di dalam klub sendirian tanpa tahu harus bagaimana, diantara para gay itu. Tiba-tiba dia sms. Bunyinya “Mobilku rusak, ini lagi kubawa ke bengkel. Kamu ada uang kan untuk pulang?”

Membaca sms itu saya langsung tergelak lemas. Saya ditipu… tanpa pikir panjang saya langsung keluar dari klub itu dan mencari ojek untuk segera pulang. Saya ingat betul, malam itu gerimis ringan. Saya balas sms itu, “terima kasih”.

***

SLAVYANKA

Sebenarnya, sejak masih di Roppongi, saya sudah aktif melamar kerja kesana-sini, interview jug asana sini, namun hasilnya kurang memuaskan. Lalu datanglah Adiv dan Nita. Teman baru yang tinggal di sanur. Mereka menawari saya untuk bekerja di Restoran tempat mereka bekerja, yaitu Slavyanka.

Sayangnya, bekerja di Slavyanka berarti saya harus menggantikan Adiv karena dia resign  dari Restoran itu karena berniat pulang kampung. Singkat cerita, saya mulai bekerja hanya 2 hari setelah lebaran tahun 2008. Pada malam takbir, Adiv mudik. Walau singkat pertemanan kami di Bali, tapi kami tahu bahwa kami akan bertemu kembali.

Pindah kerja berarti saya juga harus mencari tempat tinggal baru. Pindah dari Denpasar ke sanur tidaklah dekat. Untungnya, mencari kosan tidak sulit. Karena kamar Adiv dipakai Nita, sedang bekas kamar Nita saya sewa. Sewa kos sebulan hanya Rp. 200.000,-. Tapi, berdasarkan peraturan di Slavyanka, 3 bulan pertama bagi anak training gajinya hanya Rp. 500.000,-/bulan tanpa uang service. Ya, saya harus bertahan hidup selama sebulan dengan uang Rp. 300.000,-. FYI, jarak dari kos ke Slavyanka sekitar 600 meter.

Tempat kos saya berada di Jalan Danau Poso, Sanur. Bagi anda yang tinggal di Bali atau berhidung belang pasti tahu kawasan ini. Ya, Red Zone, alias area prostitusi. Sepanjang jalan danau Poso, jika anda melihat rumah atau bangunan dengan nomer yg belakangnya berekor x atau bisa juga xx, dipastikan menyediakan jasa layanan esek-esek.

Setiap pulang kerja jam 11 malam, sering saya jalan berdua dengan Nita. Jelas sekali aktifitas area itu. Ada satu rumah yang sering kami lalui, kalau siang hari tidak Nampak dari luar ruang tamu yang berkaca gelap itu. Tapi ketika malam tiba, tampaklah para cewek-cewek cantik duduk-duduk di sofa menunggu pelanggan. Kabar yang beredar adalah, kebanyakan cewek-ceweknya berasal dari Jawa Barat, sebagian juga berasal dari daerah jawa Timuran.

Tidak perlu jauh-jauh, Di kosan saya saja, selain saya dan Nita, semua penghuni kosnya adalah mbak-mbak penjaja seks. Ironisnya, Ibu kos tahu hal itu, tapi dia diam saja selama kegiatan prostitusi itu tidak dilakukan di dalam kamar. Jadi jika mencari laki-laki, wajib dibawa ke bungalow. Saya cukup mengenal mbak-mbak itu dengan baik. Bahkan dari mereka lah saya tahu berapa sih tariff sewa mereka. Cukup dengan Rp. 200.000,- nett anda sudah bisa mendapat pelayanan syahwat. Jangan bingung mencari tempat karena harga itu sudah paket. Jika dirinci, harga itu terdiri dari:

Sewa Bungalow        = Rp. 80.000,-

Komisi Ojek                = Rp. 20.000,- (untuk mengantar tamu dan si cewek ke bungalow, PP)

Setoran ke mami      = Rp. 50.000,-

Nett per tamu           = Rp. 50.000,-

Jadi, kalau mau mendapat uang lebih, ya harus melayani tamu lebih dari satu. Bahkan ada si mbak yang sehari pernah melayani 15 orang laki-laki dalam satu hari!!!!

Selama 3 bulan saya hidup di daerah itu. Semua penghuni kos tahu saya gay karena Adiv pun sudah dikenal sebagai gay. Entah bagaimana lah mulanya mereka tahu saya gay.

3 bulan dengan uang segitu sering saya harus puasa, hahaha. Tapi Alhamdulillah, kerja di restoran member harapan untuk mendapat tips. Dan tiap kali saya berstatus kanker, ada saja tamu yang baik hati. Malah saya ingat betul ada tamu yang member tips Rp. 100.000,-, itu adalah tips terbesar pertama saya selama bekerja sebagai waiter.

Slavyanka adalah restoran Rusia yang bertema semi fine dining. Warna mayoritasnya merah (hmmm, ngomong-ngomong soal merah…. Roppongi juga dominan merah, Slavyanka Merah, Sinabung Berastagi kaosnya juga ada yang merah, dan sekarang Prudential, merah juga….)

Kepala dapurnya adalah Dimitri atau kami biasa panggil Dima. Tukang ngerjain dan suka film porno. Umurnya sebaya dengan saya. Bosnya pak Vedanta yang cakeeeep banget. Udah punya istri dan seorang baby. Orangnya kalem dan baiiiiik banget.

Slavyanka lalu dipindah lokasinya ke daerah BDTC, Nusa Dua. Kawasan Bali collection, tempat wisata bagi para turis kaya raya. Bagaimana tidak, komplek BDTC adalah kompleknya hotel berbintang 5, sebut saja, Novotel, Ayodya, St. Regis, The Ayana, Club Med, Melia Bali dll. Bali collection sendiri sebenernya spot untuk wisata shopping dan kuliner. Disana banyak restoran-restoran yang bersaing merebut minat para turis yang sebagian besar adalah turis asing. Di akhir tahun, biasanya banyak orang Rusia berkunjung ke Nusa Dua.

Slavyanka siap bersaing dengan restoran-restoran itu. Tapi sebelumnya, kepindahan ke nusa Dua berarti saya juga harus mencari kos baru. Sebenarnya saya sudah nyaman di Sanur walau bersama mbak-mbak itu. Tapi apa mau dikata. Tidak mungkin saya kos di sanur, kerja di Nusa Dua tanpa ada kendaraan. Apa ga bunuh diri saya.

Jadi, ketika proses pindahnya Slavyanka, yang berarti kami kerja bakti persiapan restoran baru, dengan konsep yang nyaris baru.

Maka setelah sekitar hampir 1 minggu kami kerja bakti, Restoran siap bersaing. Saya ingat betul pembukaan Slavyanka pada malam natal. Tapi karena belum siap sepenuhnya, maka kami tutup lebih awal. Baru keesokan harinya, kami berjuang mati-matian melayani para tamu yang datang silih berganti. Dasar tamu-tamu kaya, mereka makan full course, mulai salad, soup, main, hingga desert, belum lagi kalau order sebotol vodka atau wine… luar biasa, selama satu bulan penuh kami bekerja, setiap malam semua meja selalu penuh. Dan nyaris tiap hari selalu ada complain. Maklum, dengan pesanan sebanyak itu, (jumlah meja ada sekitar 20) dapur sering kewalahan. Bahkan kami sering terpaksa lembur karena memang tenaga sangat dibutuhkan, padahal saat itu ada 3 anak baru juga. Untungnya lembur kami dihargai, dan dapat makan.

Interior Slavyanka Restaurant

Soal makan juga lucu, secara kerja di restoran. Makanan melimpah ruah, apalagi kalau terjadi salah order, atau tamu yang tidak menyentuh makanannya sama sekali, biasanya karena dia pesan terlalu banyak. Maka makanan yang tidak tersentuh itu pun tidak langsung ke meja dishwasher, tapi masuk lemari rahasia kami para waiter. Lagipula sudah sewajarnya waiter mengetahui rasa makanan, karena itulah yang kami jual. Sayangnya, masakan Rusia didominasi babi. Ada sih yang daging sapi dan ayam. Tapi menu babi selalu menggoda. Menu favorit saya adalah Pancake French Blame- lucu namanya, tapi enak banget, perpaduan jamur, daging sapi dan creammya.. yummy–, Venison in Cranberry sauce — Daging rusa yang di grill disajikan bersama saus cranberry– , Pan fried potato, Veal tongue in cream — Lidah sapi yang dimasak dalam cream –, Chanterelle Mushroom with sour cream — kombinasi daging sapi yang dipotong dadu denagn jamur kancing dalam hot bowl– , Bliny with Strawberry — pancake tipis yang diisi strawberry cincang dicampur dengan Baileys–. Minuman? Strawberry Roska.

Menu favorit adalah Shashlik  — Semacam satenya orang Rusia tapi porsi dagingnya tebel banget — dan Borsch soup — Soup babi yang warna merah, merah itu dibuat dari root beet –, namun karena pakai babi, ga bisa lah saya ikut menikmati.

Setiap malam, kami tutup jam 11 malam, kadang jam 12. Pulang pun ke kosan saya jalan kaki. Karena komplek perumahan warga ada diluar komplek BDTC. Sekitar 800 meteran. Dan setiap malam kaki saya kram, sakit luar biasa. Kosan baru saya di Nusa Dua ini lebarnya hanya 2,5x 2 meter. Hanya ada satu tempat tidur kecil. Benar-benar hanya untuk tidur.

Tapi rasa sakit sebulan itu terbayar ketika gajian. Gaji pokok dan uang service dirapel jadi satu, Bayangkan, kami mulai operasi penuh tanggal 25, gajian tanggal 5. Kami menerima uang service nya saja sampai 2 ,5 juta. Jumlah terbesar yang pernah saya terima selama di Bali. Dan yang pertama kali saya beli dari gaji itu adalah HAndphone Nokia 7310 Supernova yang masih saya pakai sampai sekarang. Harga HP itu Rp. 1.600.000,-. HP pertama yang saya beli dengan uang hasil kerja keras selama sebulan.

Setelah 3 bulan training dengan gaji hanya Rp. 500.000 sebulan, kini saya bisa menikmati gaji penuh plus servis. Mantep… tapi sayangnya hal itu hanya bertahan selama 3 bulan. Karena sekitar awal Januari 2009, seorang teman di Bali memperkenalkan saya pada bapaknya. Saya diajaknya ke Melia Benoa untuk melihat pertunjukan cabaret dimana disitu dia adalah penari. Namanya Teguh.

Nama bapak itu adalah TD. Pertemuan pertama sangat mengejutkan, belum sempat saya memperkenalkan nama saya, beliau langsung menodong dengan pertanyaan, “Kamu siap ga ke Jakarta?” dan saat itu juga saya menjawab siap. Saya siap meninggalkan kenyamanan yang baru saja saya dapatkan di Slavyanka demi sesuatu yang sebenarnya saya tidak tahu. Ya, Bapak itu hanya bilang bahwa saya akan berkerja bersamanya di Jakarta sebagai sales hotel miliknya. Tempat tinggal akan ditanggung, makan juga demikian. Pokoknya saya hanya harus bekerja saja.

Malam itu, Bapak TDo mengangkat saya sebagai anaknya, sama halnya seperti Teguh. Saya sempatkan diri ke warnet mencari tahu siapa itu TD. Dan memang dia cukup dikenal di dunia perekonomian di Jakarta.

Entah karena saya yang terlalu nekat atau apa. Saya benar-benar yakin dan percaya untuk ke Jakarta menemui bapak itu. Padahal saya tidak tahu berapa nanti gaji disana, tinggal dimana, kerjanya bagaimana.

Untuk itu, saya harus berpamitan pada rekan-rekan di Slavyanka. Dan pada malam itu, sekitar jam 8 malam. 2 hari sebelum nyepi, saya disiram air es, dilumuri tepung, arang dan entah apa lah… pesta kecil perpisahan kami. Tapi itu belumlah usai. Sebagai tanda terima kasih pada Slavyanka, saya bersama Kadek bertugas menjaga Slavyanka pada hari Nyepi tahun itu. Ya, untuk pertama kalinya saya merasakan Nyepi di Pulau dewata itu. Lalu keesokan harinya, saya pulang ke Malang. Meninggalkan Bali… entahlah kapan saya akan kembali kesana lagi…..