Antara Kondang Merak dan Balekambang
August 3, 2011 Leave a comment
Setelah sekian lama berusaha mengingat pengalaman kecil ini. Maka inilah yang saya ingat. Dulu ketika saya kuliah pernah membuat catatan perjalanan. Namun kemarin ketika pulang kampung, setelah 4 tahun merantau ke pulau lain, saya cari-cari di lemari tidak ada. Dimana-mana juga tidak ada. Buku-buku bekas saya rupanya dikilo kan oleh bapak saya. Padahal ada buku agenda saya yang isinya mirip diary.
Kejadiannya saya lupa di tahun berapa, seingat saya semester 4 kuliah. Perjalanan ke pantai Kondang Merak yang ada di kabupaten Donomulyo, Malang Selatan. Tujuannya adalah camping.
Kami yang berangkat adalah Saya, Emon, Dani, Isa, Agus Maryono, Wahyu, Nizar, Husein, Dadang, dan dua orang cewek, Nita dan Aan. Sebenarnya rencana jalan-jalan ini sudah diumumkan di kelas kami jauh-jauh hari sebelumnya. Namun rupanya, tidak banyak yang tertarik. Maklum sih, soalnya kalo melihat tipikal teman-teman yang lain, tipe yang kurang suka berpetualang dalam hidupnya. Hehehe..
Persiapan pun dilakukan. Mobil carteran dapet dengan harga Rp. 200.000,- yang akan mengantar kami lalu menjemput kami pulang. Mobil carry putih itu menjemput kami pada hari jumat sore. Dan itu adalah jumat yang sama ketika untuk pertama kalinya saya jalan bareng sama FS (baca Dear FS…)
Kami berangkat dengan persiapan seadanya. Benar-benar sangat seadanya. Pemberhentian pertama kami adalah ke rumah Nita di Gondang Legi, Kabupaten Malang. Rupanya Nita sudah mempersiapkan bekal untuk dibawa ke lokasi berkemah. Tak lama kami disitu. Karena sudah terlalu sore, maka kami segera menuju lokasi pantai. Sejauh yang saya ingat, mendekati pantai yang belum dikelola dengan baik oleh pemerintah itu, akses kesana sangat memperihatinkan. Jalanan masih berbatu, gelap, nyaris tidak ada penerangan. Sekitar jam 7 malam kami tiba, itupun sangat gelap. Benar-benar pantai yang kurang diurus sebagai tempat wisata. Setelah kami membongkar perlengkapan dari mobil. Mobil itu pergi meninggalkan kami.
Setelah mendirikan dua tenda. Tenda untuk cewek berupa tenda parasut yang tertutup. Modelnya yang setengah bola itu. Karena ceweknya hanya ada dua, maka enak lah Nita dan Aan bisa nyaman tidur disitu. Sedang tenda untuk cowok, hanya berupa kain terpal yang disangga bamboo. Kalau pernah ikut Pramuka pasti tahu seperti apa bentuknya. Namun tenda ini tidak ada penutup di kedua “akses” masuknya. Di dalamnya, tas-tas kami dikumpulkan diatas tikar yang digelar sebagai tempat tidur.
Kami mendirikan tenda tidak terlalu jauh tapi juga tidak terlalu dekat dengan bibir pantai. DIkejauhan tampak satu dua bangunan. Setelah kami dekati rupanya warung dari anyaman bamboo. Sejauh mata memandang, hanya kegelapan yang mengepung kami. Bayangan-bayangan pohon dalam kegelapan menambah suasana lebih pekat.
Makan malam pertama kami cukup istimewa, karena bekal yang dibawa Nita dari rumahnya dibuka. Kami membuat api unggun sekaligus sebagai bahan bakar untuk memasak mie instan. Menu lengkap adalah Mie instan rebus yang dicampur daun ginseng bawaan Nita, nasi, dan ikan Betutu bakar. Saya tidak tahu apa nama latin ikan ini atau bahasa Inggrisnya. Menjelaskan bentuk ikannya pun agak susah. Seperti persilangan antara Lele dengan ikan Wader (ikan Wader pun ga tahu apa nama Inggrisnya.. huhuhu) Bau nya amis, dagingnya sih terasa tajam seperti rasa daging ikan pari. Namun karena lapar dan itulah bahan makanan yang mewah, ditambah suasana keakraban diantara kami, maka makan malam itu pun sangat istimewa. Kami makan pakai tangan….
Sebelum tidur, kami sempat bermain air di pinggir pantai. Kebetulan airnya sedang surut. Sekalian gantian jaga malam. Kecuali kedua cewek itu, kami para cowok bergantian jaga. Tugas kami selain menjaga api unggun tetap menyala, juga harus menjaga kalau-kalau ada apa-apa. Saya kebagian shift kedua. Dari tengah malam sampai pagi. Bersama Dani, saya aktif mencari kayu-kayu kering dan daun-daun kering sebagai bahan bakar api. Tidak banyak yang saya ingat ngapain aja malam itu. Yang pasti hingga fajar menyingsing.
Oh ya, urusan ke toilet juga sedikit masalah. Karena pantai Kondang Merak ini sangat memperihatinkan, maka satu-satunya kamar mandi umum saat itu, juga dipakai untuk beberapa penduduk sekitar yang ada. Walaupun entah rumahnya dimana. Kamar mandinya hanya berupa sekat-sekat dari dinding bata tanpa atap. Pintunya dari sebuah anyaman bamboo yang hanya ditutupkan jika ada yang memakai kamar mandi itu. Airnya harus mengambil dulu di sumur yang ada di dekat kamar mandi itu. Maka kamar mandi itupun hanya berfungsi sebagai tempat pipis, ga mungkin kami mau mandi disitu.
Pagi harinya, ketika sang Mentari sudah menghangatkan bumi Indonesia. Kami beraktifitas masing-masing sebelum akhirnya sarapan dipinggir pantai. Jarak lokasi kami ke bibir pantai sangat dekat. Karena air masih surut, kami santai-santai menikmati sisa ikan Betutu semalam.
Entah siapa yang memulai, anak-anak mulai main cebur-ceburan ke pantai. Padahal sarapan aja belum selesai. Jadi ya, abis sarapan langsung nyemplung ke pantai. Satu per satu diceburkan ke air. Maka mandi pagi kami lengkap dengan pakaian di badan. Benar-benar seru…. Cukup lama loh kami berendam.
Seharian di hari Sabtu itu nyaris tidak banyak yang kami lakukan. Hanya bersantai-santai, jalan kesana sini. Tiduran, nyemplung ke pantai lagi. Berjemur. Makan siang. Sore hari, nyemplung lagi.
Malam harinya ini lebih seru. Karena makan malam kami sudah kehabisan stok bahan makanan. Maka kami hanya makan nasi yang dibeli tadi siang di warung terdekat. Lauknya mie rebus dan sayur daun ginseng. Kami berkumpul dalam tenda cowok duduk melingkar. Ditengah kami ada satu wadah plastic yang isinya campuran mie dan nasi. Dan sebuah sendok. Ya, kami makan secara bergantian menggunakan satu sendok itu, untuk semuanya, secara satu per satu. Sampai makanan itu habis. Sungguh kenikmatan yang tak tergantikan.
Keesokan harinya, kami tidak sarapan karena bahan makanan sudah tidak ada bahan makanan (Seingat saya Isa membawa biscuit dan itupun dibagi rata). Minggu pagi itu juga kami berkemas. Menggulung tenda. Bukan untuk langsung pulang. Karena mobil belum datang. Tapi kami akan melanjutkan perjalanan menuju pantai Balekambang. Yang letaknya tak jauh dari Kondang Merak. Saya tidak tahu jaraknya dalam angka. Yang pasti perjalanan kami kesana dengan jalan kaki terasa cukup lama.
Perjalanan itu melewati hutan yang masih alami, rute yang kami ambil adalah disekitar pesisir, jadi suara ombak masih terdengar. Bahkan kami sempat beristirahat di sebuah pantai yang masih sangat alami. Jika Kondang Merak masih dikunjungi para wisatawan local, maka pantai itu sepertinya jarang bahkan mungkin nyaris tidak pernah dikunjungi. Secara untuk kesana dari Kondang Merak harus melewati jalan setapak yang menerobos hutan dengan jarak yang lumayan. Saya tidak tahu apakah pantai dengan garis pantai yang tidak terlalu panjang itu masih sedemikian rupa atau tidak. Kondang Merak pun saat ini saya belum mendapat info terbarunya.
Sekitar jam 10 siang kami tiba di pantai Balekambang. Sambil menunggu mobil datang menjemput, kami jalan-jalan di sekitar situ. Kami memilih memasang tenda “darurat” untuk sholat dan tidur siang di dekat pantai namun terlindungi oleh rindangnya pepohonan. Disitu juga ada sebuah jembatan yang menghubungkan ke sebuah pulau kecil.
Saya ingat betul saya tidur siang dengan sangat nyenyak siang itu. Saya sempat berpikir, bakalan kelaparan karena bahan makanan sudah habis, dan kami hanya sarapan dengan biscuit. Ternyata syukur Alhamdulillah, entah siapa yang bawa duit lebih, membeli nasi pecel di warung terdekat di pantai itu. Saya ingat betul harga nasi pecel itu Rp. 1.500,-/ bungkus.
Pantai Balekambang lebih terkenal daripada Kondang Merak. Karena itu pada hari Minggu pantai ini lebih ramai. Akses menuju pantai ini pun sudah lumayan bagus. Sudah lebih banyak fasilitas umum untuk pengunjung. Walaupun masih kalah jauh pengelolaannya dengan pantai-pantai komersil lainnya, setidaknya untuk masyarakat local, sudah cukup sebagai tempat berwisata dan berpiknik.
Sore harinya, kami dijemput oleh Carry putih itu. Pulang ke Malang. Dan yang bisa saya ingat adalah, kami semua tertidur dengan nyenyaknya dalam mobil karena kelelahan.
Itu adalah salah satu petualangan saya yang tak akan terlupakan. Terima kasih teman-teman karena telah membawa saya dalam sebuah cerita sederhana namun tak lekang oleh waktu, setidaknya bagi saya pribadi.