SINGAPORE – KUALA LUMPUR

Seumur hidup saya, baru 2 kali mengikuti perjalanan wisata yang dikelola oleh travel agent. Pertama, jaman dahulu kala, ketika study tour ke Bali bersama rombongan temen2 SMK. Dan yang kedua itu di akhir tahun 2011 lalu. Perjalanan wisata ke Singapore.

Sebenarnya perjalanan kali ini saya sebut saja outing. Karena memang biayanya ditanggung sepenuhnya oleh kantor tempat saya bekerja. Mencakup Akomodasi, Makanan, Tiket masuk ke tempat wisata. Konon, sebenarnya saya itu nggak diajak pergi karena terhitung anak baru. Tapi atas bantuan mbak-mbak bos, maka nama saya pun diikutsertakan.

Seperti yang saya duga sebelumnya, perjalanan yang diatur oleh agent itu ada enak dan ga enaknya. Enaknya sih semua sudah dipersiapkan sehingga kita ga perlu repot-repot cari hotel, booking pesawat, ngurus sewa mobil/bis, apalagi ngantri karcis. Ga enaknya, yah, kita harus ngikutin jadwal, dan tempat wisatanya pun sudah pasti yang touristy. Serta harus memasang toleransi yang tinggi dengan peserta tour lain.

Perjalanan ke Singapore – Kuala Lumpur akhir tahun 2011 kemarin diatur oleh travel agent langganan kantor saya dari tahun ke tahun. Tahun lalu orang-orang kantor jalan-jalan ke Bandung, tahun sebelumnya ke Bali. (Saya belum ada). Tahun ini, pertaman kalinya saya ikut tur, menyisakan beberapa catatan bagi saya. Diantaranya,

1. Tour Itinerary yang ga oke

Sebelum berangkat ke Negeri yang secuil Indonesia itu, Saya sempat nanya ke mbah Google tentang beberapa tempat wisata yang akan dikunjungi. Jadwalnya adalah, Berangkat tanggal 29 Des 2011 ke Singapore via Batam, tanggal 30 sore ke Kuala Lumpur, tanggal 31 sore, kembali lagi ke Singapore, tanggal 1 Balik ke Surabaya via Batam lagi. Tepat sekali, wisata estafet.

Secara ikutnya gratisan, saya sih bersyukur banget. Kapan lagi coba bisa jalan-jalan gratis ke luar negeri. Walau capek banget, yah, dinikmati aja.

 

Bagi saya, tempat-tempat yang akan dikunjungi sangat touristy, seperti Merlion, Twin Tower, Sentosa, dan Universal Studio. Pengecualian Universal Studio, yang satu ini sangat saya dambakan. Tak lain adalah untuk melampiaskan hasrat adrenalin saya.

Dari daftar tempat wisata yang ada di surat resmi dari pihak Travel Agent, ada beberapa yang tidak terlaksana. Seperti Raffles landing Site, Fountain of Wealth (Cuma lewat doang). Di Malaysia, Independence Square, dan National Monumen tidak jadi dikunjungi.

Kami juga dijadwalkan akan mengunjungi Cocoa Boutique di Kuala Lumpur. Menurut mbah Google, Cocoa boutiquenya tampak keren dan mewah, bahkan diinformasikan harga coklatnya lumayan mahal, walau ada juga yang murah. Namun kenyataannya, saat saya memasuki “toko coklatnya”, kok sangat berbeda dengan yang saya lihat di internet. Yang ini mah seperti dapur coklat di Surabaya, bahkan lebih mirip seperti toko coklat aja.

Namanya Beryl’s. Memang sih, coklatnya enak.

Dan kelihatan banget kalo toko itu kerja sama dengan travel agentnya.  Apalagi temen-temen kantor kalo belanja coklat…. Gile bener.  Saya sih cuma beli 4 batang coklat seharga RM9.5 sebatang, itupun dibayarin sama si Reta.

Yang paling menyedihkan adalah Sungai Wang di Jalan Bukit Bintang. Saya pikir Sungai Wang itu ya sungai. Bayangan saya akan naik perahu menyusuri sungai. Nggak tahunya, Sungai Wang itu nama Mall. Konon terbesar di KL. Apa ga kecut….. Masa jauh-jauh ke KL malah diajak ngemall.

FYI, Mall di Surabaya aja banyak yang lebih cantik daripada mall itu. Saya sempat masuk ke dalam mall nya. Tapi ga jelas mau ngapain. Mau belanja? Lha saya ga doyan belanja. Si Reta dan Arya pun males belanja oleh2. Maka kamipun duduk manis sambil ngopi di teras Starbucks, sambil melihat persiapan acara Pergantian Tahun yang diadakan di jalan bukit bintang, persisi di depan mall itu. Acaranya sih dibuat dipanggung. Kala itu ada yang lagi gladi resik nge dance.

 

Yang nggak oke nya itu, waktu kami lebih banyak tersita di jalan. Berangkat dari Surabaya jam 6 pagi, transit di Jakarta sampai jam 10. Tiba di batam sekitar jam 11.30 lah termasuk bagasi. Lalu kami langsung dibawa ke pelabuhan Batam karena ngejar Ferry yang menuju Singapore. Catet ya, beberapa dari kami belum sarapan.

Perjalanan Ferry nya sendiri kurang lebih sejam hingga sampai Singapore. Tiba di Singapore kami disambut local guide. Seingat saya kami langsung dibawa ke mall untuk makan siang (jam 3 sore cyin!!). Nama restorannya Indo Padang. Setelah makan, kami menuju Merlion untuk foto-fotoan 30 menitan. Lalu meluncur langsung ke sentosa. Karena tiba di Sentosa agak sorean, kami duduk2 aja disekitar pintu masuk Universal Studio. Menanti makan malam dan pertunjukkan Song of the Sea yang baru dimulai jam 8.40 malam!! Padahal kami sampe sana masih sekitar jam 6 an.

Kami sampai Hotel sekitar jam 10 malam.

Keesokan harinya, setelah main di Universal Studio, kami langsung berangkat ke Kuala Lumpur. Perjalanan yang katanya tiba di KL sekitar jam 9, molor jadi jam 10.30an. Hotelnya di lokasi strategis di China Town, tapi karena udah jam segitu. Ya toko-toko udah pada tutup. Mau eksplor apanya.

Besoknya, perjalanan wisata kami hanyalah acara foto2an. Twin Tower, Istana negara, paling Cuma 30 menitan aja. Foto-fotoan doang… ga ada kegiatan lain. TL kami yang dari agent Indonesia juga ga terlalu ngurusin kami di tempat “wisata’ nya. Malah di Sungai Wang Plaza itu yang sejaman lebih. Enak banget agentnya, kami diajak ngemall, belanja oleh2. Nge mall kan ga perlu bayar tiket masuk.

Setelah makan siang kami balik lagi Singapore. Sampai Singapore sudah jam 10 malam!!!

Rasanya capek banget… kebanyakan duduk dalam bis. Dan acara yang sudah ditentukan jamnya. Serasa kayak main kejar-kejaran sama waktu. Yang atur jadwal perjalanan payah. Sejak awal saya curiga bakalan capek, ternyata emang bener. Sejak awal saya sengaja ga Tanya soal perjalanan Singapore – KL karena saya pikir travel agentnya sudah berpengalaman ngatur jadwal. Ternyata salah. TL nya ngaplo….

2. Akomodasi dan Makanan

Hotel di Singapore tempat kami stay namanya Fragrance Selegie. Harga publish yang tertera di papan sih sekitar SGD 130.00 an. Kamarnya, luar biasa kecil. Ukurannya mungkin 2×2, lebih besar kosan saya di Medan.  Bed nya dapet yang double. Padahal saya sekamar sama Arya, yang notabene cowok normal. Kamar mandinya lebih parah, cuman 1×1, kecil seumprit. Saat mandi pake showernya, toilet bowlnya pasti juga keguyur air.  Entah karena keterbatasan lahan di negara itu, jadi property itu ga murah.

Lebih mirip kos-kosan sih kalo di Indonesia.

Restorannya, entah kenapa saya lebih suka menyebutnya kantin. Ada di lantai 2. Disitulah kami sarapan. Menu pilihannya ada 2 set. Mau mie instan dengan pilihan isi (sosis/telur mata sapi/daging asap) atau sepiring isi 2 telur mata sapi, kentang goreng yang ga jelas itu, dan pilihan sosis atau daging asap. Setiap orang dapet 2 lembar roti tawar dan pilihan the attau kopi. Udah itu aja. Saya susun roti tawar panggangnya ala sandwich diisi telur mata sapi dan daging asap. Rasanya, yaaa… gitu deh. Masih mending daripada mie instantnya. Mie nya mirip POP Mie. Kuahnya hambar pol.

Hotel di Kuala Lumpur lebih baik. Lokasinya di china town. Namanya the 5 Elements Hotel. Kamarnya cukup luas, sudah pake duvet loh bednya.  Kamar mandinya juga lebih manusiawi. Antara toilet bowl, wastafel dan shower room, dipisahkan kaca. Pokoknya kamar hotel di 5 element jauh lebih baik. Lokasinya juga strategis, di China Town. Sayangnya kami sampai situ sudah malam, sudah banyak yang hampir tutup.

Oh ya, saya sempat jalan-jalan bentar di china town itu tengah malam, saat udah banyak yang tutp. Rupanya diantara bangunan toko-toko dan rumah makan itu, ada hostel dan atau tempat penginapan para backpacker. Sempat saya lihat para cowok bule, usia 20an, lagi jalan kaki berkeliaran.

Sarapannya juga lebih bagus. Mirip hotel bintang 3 di Indonesia. Lebih bervariasi walau menunya masih didominasi Chinese food. Mie goreng, nasi goreng, kwetiau, dll. Setidaknya lebih banyak yang bisa dipilih. Rasanya ya, begitu lah…

 

Selama disana, menu yang kami makan rata-rata Chinese food dengan rasa yang begitulah. Hanya saat di Hotel Nouvelle (Makan malam dalam perjalanan dr KL ke Singapore), udang gorengnya enak. Selebihnya, di hari pertama kami makan di Restoran Indo Padang di Cathay Building, Singapore. Menunya ada Soto Medan, Rendang, Ikan bakar, Sayur orem, ayam pop, dan tumis kangkung belacan. Yang enak hanya Tumis kangkungnya, ayam pop nya lumayan, tapi taburan lengkuang serut nya kurang banyak dan kurang gurih. Yang lain jauh banget…. Soto Medannya, aduh.. kuahnya kemana, bumbunya kemana. Rendang?? Ga nendang blas… Sayurnya, asyeemmm….

Dan makan siang di Batam ketika pulang balik ke Surabaya, kami makan di restoran sunda. Yah, lumayan lah. Setelah beberapa hari makan di negeri orang yang takut bumbu. Trus makan tradisional khas Indonesia, lumayan terobati…

3. Ternyata Sistem Check in Ferry di Singapore bisa payah juga

Ini terjadi saat hendak meninggalkan Singapore. Kami masuk Singapore lewat pelabuhan Singapore (lupa namanya), pokoknya begitu keluar ada bangunan Harbour Front Tower. Waktu pertama kali menginjakkan kaki di Singapore sih ga masalah. Melewati imigrasi juga lancar-lancar aja. Hanya karena pas peak season, jumlah pendatangnya cukup banyak.

Nah, masalahnya saat mau balik nih ceritanya. Dari hotel menuju pelabuhan sekitar jam 9.30an. Sampai pelabuhan jam 10 pagi. Tiket Ferry sudah dibagikan. Jam 11 siang, proses check in baru dibuka. Maka waktu yang sejam kami pakai untuk jalan2. Ada yang sempet-sempetnya lompat ke Vivo City (mall terbesar di Singapore), ada pula yang muter aja di pelabuhan seperti saya.

Sekali lagi, TL kami yang ngaplo ga ngasih info apa-apa selain jam 11 check in baggage. Maka saya, Arya, dan Bu cahya pun ikut ngantri. Awalnya, antrian panjang hanya di baggage check in. Namun kok saya lihat di sisi sebelah orang-orang pada ngantri juga, panjang juga.

Rupanya, saya ngantri untuk proses check in barang bawaan aja. Setelah masukin barang ke bagasi, kami masih harus ngantri lagi ke antrian yang sebelah. Saya pikir setelah baggage check in, kita bisa langsung masuk ke ruang imigrasi. Eh, ga tahunya harus antri lagi. Apa ga habis-habisin waktu… Rasanya jengkel betul. Sangat tidak efisien. Udah antriannya panjaaaaaang banget. Di jadwal kapal berangkat jam 12.10. Sedang kami jam 12 kurang 10 menit masih ngantri.. Itupun dibelakang saya, TL dan beberapa rekan kantor masih ikut ngantri juga. Dan rata-rata yang ngantri orang Indonesia yang mau balik. Hahaha

Saat itu ada 2 kapal yang hendak berangkat. Saya naik Pinguin. Satu nya lagi Batam Fast. Nah, karena Batam fast ini sudah hampir berangkat, maka para penumpang yang masih ngantri dipanggilin. Rupanya, yang masih di barisan lumayan banyak juga.

Nah, kami bertiga pura-pura aja sebagai penumpang kapal itu, jadi dengan muka memelas, sambil permisi-permisi, melewati orang-orang yang baris di depan kami. Pura-puranya, nama yang dipanggil itu saya.

Padahal rencana saya pingin lihat-lihat di toko-toko yang ada di ruang tunggu. Konon duty free. Tapi karena masuk ruang tunggu, orang-orang udah pada masuk kapal, terpaksa kami pun langsung masuk kapal.

4. Tourism Packaging – SINGAPORE

Keren banget…  bener-bener all out dalam mempromosikan pariwisatanya. Padahal kalo dipikir, Singapore punya apa sih? Negara seumprit itu. Tapi toh  dia mampu mengemasnya menjadi menarik. Singapore berani keluar duit untuk membangun. Sebut saja Singapore Flyer, Tiger Sky Tower, Universal Studio, Singapore Zoo, dll. Belum lagi kawasan Orchard Road yang terkenal itu. Dimana menjadi surganya para shopaholic asal INDONESIA. Wisata belanja ada, Museum ada beberapa, Kebun Binatang ada, Wahana bagi adrenalin junkies ada. Dan semuanya itu dikelola dengan baik. Ditambah system yang berlaku disana sangat ketat, seperti peraturan soal membuang sampah, merokok, dsb. Kotanya enak, nyaman buat para pejalan kaki, ga terlalu banyak kendaraan (apalagi sepeda motor, nyaris ga ada). Transportasinya juga kayaknya enak. Tapi sekilas saya masih ga mudeng dengan jalur-jalur bis, seumur-umur, baru kali itu saya lihat bis double decker (bis dengan 2 lantai)  apalagi kereta api bawah tanahnya.

Di hotel kecil kami, brosur-brosur tentang tempat pariwisata ada. Dan cukup lengkap. Peta supaya ga kesasar. Bahkan ada flyer yang isinya apa yang lagi happening disana.

Iri banget bagaimana pemerintahnya mengelola pariwisata dengan ok. Lihat situsnya aja udah tertarik. http://www.yoursingapore.com

Pesta kembang api saat pergantian tahun, wow, keren… cantik sekali. Bagian yang paling saya suka adalah ketika efek kembang api nya berkelap kelip seperti bintang di kegelapan. Tapi kelap kelipnya lebih besar dan lebih cepat. atau kembang api yang setelah meledak, percikannya tidak menyebar luar, namun turun seperti air terjun… speechless.

Dan tempat yang paling saya nikmati tentu saja Universal Studio. Begitu masuk, saya langsung mengambil peta, dan melangkahkan kaki dengan cepat menuju rollercoaster yang terkenal. Battlestar Galaktica.

Jauh sebelum berangkat, sebenarnya saya sudah tahu tentang permainan itu. Saya juga sempat googling melihat blog orang2 yang pernah naik. Dan saya semakin penasaran.

Kami beramai-ramai hendak mencoba permainan uji adrenalin ini. Jujur saya ga ngerti, di rombongan kami yang 9 orang ini. Sebenarnya selain saya, Mas Edi, dan Fathur, mereka ini tahu ga sih bakalan seperti apa nantinya. Tapi rasa excitement saya udah ga peduli soal itu. Si Reta kelihatan banget ga ngeh ini permainan apa sih. Memang diluar kita bisa lihat keretanya meluncur dengan cepat. Yaa, ala di Dufan gitu deh…

Setelah mengantri lumayan lama, tiba lah giliran kami. Sayangnya kami ga dapat tempat paling depan.

Battlestar Galaktica adalah permainan rollercoaster yang namanya diambil dari film dengan judul yang sama. Ceritanya manusia melawan alien. Diwujudkan dalam permainan itu. Ada kereta yang menggambarkan alien (Cyclon) dan Human. Di Alien, kaki kita menggantung bebas. Hp, kaca mata, kamera, sandal, wajib lepas atau dititipin. Kalo Human, keretanya ada pijakan kakinya.

Kereta meluncur dengan kecepatan kira-kira 90KM/jam. Human dan Alien meluncur secara bersamaan. Jadi kesannya bertarung di angkasa. Track nya aja yang beda.

Setelah naik Alien, kami langsung lari masuk Human, ngantri lagi. Tapi di Human, kami dapat duduk paling depan. Seru bangetsss… tapi Alien lebih oke, secara ada lintasan yang membuat kita terbalik sempurna. Kita juga diputar-putar. Pokoknya kita ga tahu mana langit mana bumi. Sedang Human ga ada acara diputar 360 derajat gitu.

Turun dari Alien, beberapa diantara kami langsung lunglai, lemes, tak berdaya, si Arya kehilangan kaca matanya karena jatuh. Si Reta senewen ga karuan.

Battlestar Galactica – Human –

Setelah itu, kami menuju Piramida. Naik the Revenge of the Mummy. Roller coaster lagi. Bedanya, yang ini dalam kegelapan. Keren top markotop. Awalnya kereta berjalan biasa, di kanan kiri ada mummy yang tiba-tiba bangkit. Ala rumah hantu gitu. Tapi tiba-tiba kereta meluncur agak cepat dan “menabrak” dinding. Tiba-tiba kereta kami ditarik ke belakang dengan cepat. Berhenti, lalu berputar. Dan mulailah meluncur dalam kegelapan. Ya, dalam kegelapan. Nyaris ga bisa lihat apa2. Sesekali lampu di flash dengan efek seram ala mummy. Selebihnya, kita ga bakalan tahu ini kereta akan muter atau turun atau naik atau kita diputer. Udah, nikmati aja.

Eh, bisa dibilang kami beruntung. Karena kami masuknya lewat pintu single player. Yang mana yang naik bukan rombongan. Sedang kami bersebelas. Pantesan, kok di sisi line kanan kami, orang-orang pada ngantri. Kami kok lempeng aja jalan ke depan. Sampai di TKP. Kami langsung di barisan paling depan. Tapi Karena single player, aturannya yang naik dari line kami adalah satu per satu. Thank to Mas Edy yang booingin petugasnya. Akhirnya kami semua diperbolehkan naik. Padahal, jika kami ikut line ngantri, bisa hampir sejam loh. Eh, itu kami ngantri ga sampe 10 menit.

Thank juga buat mbak petugasnya yang cepet ambil keputusan.

Puas memanjakan adrenalin. Kami pun istirahat, foto-fotoan. Makan siang. Lalu lanjut nonton water world yang keren. Pertunjukkan air yang bisa membuat penonton basah. Syukur Alhamdulillah saya ga kena semprot atau diguyur air. Jujur saya lebih takut tersiram air daripada naik Battlestar. Soalnya saya Cuma bawa 1 celana jeans panjang untuk 4 hari tour. Hahah

FYI : diantara semua peserta tour, barang bawaan saya paling minim. Saya Cuma pake tas backpack item sehari hari, isinya 4 kaos, 1 kemeja, 1 boxer, dan 5 celana dalam. Tambah 1 sandal. Udah itu aja. Bahkan masih banyak ruang di tas saya. Soalnya saya paling ogah ribet dengan barang bawaan. Kalo jalan-jalan atau kemana gitu, saya usahakan bawa barang/baju seminim mungkin. Satu tas sudah cukup. Tas backpack juga enak karena bisa diboyong kemana-mana sementara tangan bisa melakukan kegiatan lain.

 

Well, ke luar negeri gratis itu enak banget. Hahaha. Walau ada rasa kurang puas karena waktu yang habis di jalan. Mau complain pun kok kesannya ga terima kasih banget.

Seperti perjalanan lain saya, nikmati aja. Apapun yang terjadi, justru itu nilai serunya. The X factor nya.

Mendarat di Surabaya hari Minggu, 1 januari jam 11.30 malam. Sampai rumah jam 12 an. Esoknya, kami masuk kerja jam 8 pagi. Oh…. Saya pun terkena Post holiday Syndrome. Kerja ga semangat blas, males puol, ngantuk, bengong dan senyam senyum sendiri mengingat hal-hal yang lucu dan seru. Dan itu berlangsung selama seminggu.